A. Karakteristik
reaksi SN2
n
Sensitif terhadap efek sterik
n
Metil halida paling reaktif
n
Selanjutnya alkil halida primer adalah yang paling reaktif
n
Alkil halida sekunder masih dapat bereaksi
n Yang
tersier tidak reaktif
n
Tidak terjadi reaksi pada C=C (vinyl halida)
B. Pengaruh
reaktan dan tingkat energi keadaan transisi terhadap kecepatan reaksi
Makin tinggi tingkat energi reaktan (kurva merah) = reaksi
makin cepat (ΔG‡ lebih kecil). Makin tinggi tingkat energi keadaan transisi
(kurva merah) = reaksi makin lambat (ΔG‡ lebih besar) 14 Efek Sterik
C. Efek
Sterik reaksi SN2
Atom karbon pada (a) bromometana siap diakses untuk
menghasilkan reaksi SN2 yang cepat. Atom karbon pada (b) bromoetana (primer),
(c) 2-bromopropana (sekunder), dan (d) 2-bromo-2-metilpropana (tersier) adalah
lebih sesak, sehingga reaksi SN2 lebih lambat.
D. Reaksi
Eliminasi Alkil Halida: Aturan Zaitsev n
Eliminasi adalah jalur alternatif ke substitusi n Berlawanan
dengan reaksi adisi nMenghasilkan alkena n Dapat berkompetisi
dengan substitusi dan menurunkan jumlah produk, khususnya untuk SN1
E. Aturan
Zaitsev untuk reaksi Eliminasi n
Pada eliminasi HX dari alkil hali
da, produk alkena yang
lebih tersubstitusi adalah produk yang dominan
F. Reaksi
SN1
Alkil halida tersier bereaksi cepat dalam pelarut
protik melalui mekanisme yang melibatkan pembebasan gugus lepas sebelum terjadi
addisi nukleofil n Disebut reaksi SN1 – terjadi dalam dua tahap
sedangkan SN2 terjadi dua tahapan dalam waktu yang sama n Jika
nukleofil ada dalam konsentrasi yang wajar (atau itu adalah pelarut), maka
ionisasi adalah langkah paling lambat
Reaksi E1 dan E2
E1
– membentuk karbokation
– karbokation memberi proton pada basa lalu terbentuk alkena
– basa merebut proton dari atom C (beta, C yang berdampingan dengan C+)
– membentuk karbokation
– karbokation memberi proton pada basa lalu terbentuk alkena
– basa merebut proton dari atom C (beta, C yang berdampingan dengan C+)
E2
– nukleofil langsung mengambil proton dari atom C (beta) pada atom C gugus pergi
– tidak terjadi pembentukan karbokation
– pembentukan secara serempak
– nukleofil langsung mengambil proton dari atom C (beta) pada atom C gugus pergi
– tidak terjadi pembentukan karbokation
– pembentukan secara serempak
mungkin itu yang dapat saya jelaskan, saya ingin tanya
kepada teman semua yang membaca blog ini, saya belum paham dengan mengapa
struktur sn 1 polar tetapi pelarutnya non polar ? tolong bantuannya ya teman.
terima kasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussaya akan mencoba menjawab permasalahan saudari dian, namun sebelumnya saya ingin menjelaskan sedikit, berdasarkan literature yang saya baca, pada reaksi SN1 tidak menggunakan pelarut non polar melainkan pelarut polar. kenapa digunakan pelarut polar? hal ini dikarenakan pelarut polar dapat menyebabkan gugus alkil halida (X) mudah lepas atau terionisasi dan nukleofil lebih mudah untuk menggantikan alkil halida.
BalasHapusSayaa akan mencoba menjawab pertanyaan dari saudari dian menurut literatur yang saya baca bahwa Mekanisme SN1 didukung oleh pelarut protik polar. pelarut protik polar adalah senyawa yang memiliki rumus umum ROH. Contoh dari pelarut protik polar ini adalah air H2O, metanol CH3OH, dan asam asetat (CH3COOH). Karena pelarut protik dapat Menstabilkan R+, X– (relatif RX).
BalasHapus Alkil halida tersier bereaksi cepat dalam pelarut protik melalui mekanisme yang melibatkan pembebasan gugus lepas sebelum terjadi addisi nukleofil
Disebut reaksi SN1 – terjadi dalam dua tahap sedangkan SN2 terjadi dua tahapan dalam waktu yang sama.
Jika nukleofil ada dalam konsentrasi yang wajar (atau itu adalah pelarut), maka ionisasi adalah langkah paling lambat
baik saya akan mencoba menjawab
BalasHapusPelarut organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon dalam molekulnya. Dalam pelarut organik, zat terlarut didasarkan pada kemampuan koordinasi dan konstanta dielektriknya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan non-polar bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya. Pada proses kelarutan dalam pelarut organik, biasanya reaksi yang terjadi berjalan lambat sehingga perlu energi yang didapat dengan cara pemanasan untuk mengoptimumkan kondisi kelarutan.[1] Larutan yang dihasilkan bukan merupakan konduktor elektrik. Contoh pelarut organik adalah alkohol, eter, ester, etil asetat, keton, dan sebagainya.
Pelarut anorganik merupakan pelarut selain air yang tidak memiliki komponen organik di dalamnya. Dalam pelarut anorganik, zat terlarut dihubungkan dengan konsep sistem pelarut yang mampu mengautoionisasi pelarut tersebut. Biasanya pelarut anorganik merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga tidak larut dalam pelarut organik dan non-polar. Larutan yang dihasilkan merupakan konduktor elektrik yang baik. [1] Contoh dari pelarut anorganik adalah ammonia, asam sulfat dan sulfuril klorid fluorid.
Reaksi Substitusi Nukleofilik
BalasHapusUnimolekuler (SN1)
Reaksi SN1 terdiri dari dua tahapan
reaksi. Tahap pertama melibatkan
ionisasi substrat menjadi ion karbonium
yang berlangsung lambat dan merupakan
tahap penentu laju reaksi. Tahap kedua
melibatkan serangan nukleofil secara
cepat terhadap ion karbonium.